Selasa, 29 Agustus 2017

 

PROFIL MAPENSA

Idha Harijanto seorang dosen muda FAPERTA, sekaligus seorang yang merintis berdirinya Perkumpulan Mahasiswa Pencinta Alam di Fakultas Pertanian sejak 1973. Berlatar belakang sebagai dosen yang memiliki disiplin ilmu sosial ekonomi pertanian, beliau ingin mengenalkan pertanian lewat seni Tiban Suluh dan dipadukan dengan hobinya yang suka berpetualang. Pada awalnya kegiatan organisasi ini hanya berkumpul, berpetualang, dan melakukan pendakian bersama dengan membawa misi penyuluhan tersebut. Perekrutan anggota pada saat itu tidak ada yang namanya sistem diklat. Bagi yang ingin gabung, hanya tinggal ikut dan  berperan serta aktif nantinya di Mapala Fakultas Pertanian.
Nama MAPENSA sendiri mulai tercetus  pada tahun 1977 pada acara penyuluhan yang diadakan di Rembangan,  serta pada saat itu hadir pula Mapala UI dan Organisasi lain. Pada masa-masa ini tercatat beberapa nama yang beraktifitas membawa bendera MAPENSA beserta beliau diatas, antara lain;
Perintis (1973) :
Idha Haryanto (saat itu berposisi sebagai Dosen Muda FAPERTA)
Generasi I (1973-1974) :
Sutrisno, Rudi Wibowo, Kardani, Gendrowaluyo
Generasi II (1974-1976) :
Nur Cholik, Stephanus. Agus Sunaryo, Eko Diswanto, Bambang Utomo.
Generasi III (1977-1979) :
Yosi Ali Arifandi, Joko Hendrito Utomo,  Suhadak, Sutikto, Arif Rahardjo, Agus, Kurnia. Pada generasi ketiga ini sudah mulai ada penataan yang tadinya hanya sekumpulan orang-orang yang memiliki hobi sama akhirnya terorganisir dengan seorang ketuanya adalah Yosi Ali Arifandi dengan wakil ketua Suhadak, dan sebagai sekretaris adalah Djoko Hendrito Utomo. Pada masa itu Anggota MAPENSA juga sebagai senat, salah satunya P. Josi Ali Arifandi. Pendataan anggota pada masa itu masih kurang, sehingga untuk menyatakan seseorang sebagai anggota MAPENSA saat itu masih sangat sulit, karena angggota  MAPENSA dulunya adalah anggota yang aktif dan ikut dalam acara pendakian. Kegiatan-kegiatan yang dulu sering diikuti MAPENSA adalah Parade Musik Patrol yang bertahan dan populer di Jember saat ini. Adapun kegiatan yang pernah diikuti MAPENSA yaitu perlombaan di  Malang tahun 1978-1979 tepatnya di daerah Coban Rondo. Ada pula Amin Hadi Witono dan beberapa rekannya (Anggota MAPENSA) merupakan Penemu tanaman Gardenia palmata (Lateng/Jancokan).
Sejak masa penataan, tercatat nama-nama Ketua Umum yang telah menyelesaikan masa baktinya, yaitu; 1) Soni Sisbudi Harsono (1986/1987); 2) Syaiful Anam (1987/1988); 3) Ardian (1988/1989); 4) Dwi Murbi (1989/1990); 5) Wijayanto (1990/1991); 6) Agus Budi (1991/1992, 1992/1993); 7)Bachtiar Febrianto (1993/1994); 8) M.A.K Wibowo (1994/1995); 9) Ibnu Sutowo (1995/1996); 10) Alpha Nugroho (1996/1997); 11) Agus Burhannudin (1997/1998); 12) Winawan Toso (1998/1999); 13) Ibnu Fajar (1999/2000); 14) Yoyok Haryanto (2000/2001); 15) Andin Yunistiyanto (2001/2002); 16) Abdullah Umar Shodiq (2002/2003); 17) M. Hanapi (2003/2004); 18) Rudolf Euken (2004/2005); 19) Yofie Kurniawan (2005/2007); 20) Irwanto Hadi P. (2007/2008); 21) Eko Wardono (2008/2009); 22) Bobby Handoko (2009/2011); 23) Yoneka Dwi D. (2011/2012); 24) Hendy Dwi P. (2012/2013); 25) Rakhmad Hidayat (2013/2014); 26) Ahmad Suprayogi (2015/2016); 27) Ario Tanggap Zubaidillah (2017).
Berikut beberapa catatan penting mengenai sejarah berdirinya MAPENSA :
PRESTASI PERTAMA KALI :
Prestasi pertama MAPENSA adalah juara I lomba tarik tambang dalam Pertemuan Pencinta Alam Nasional di Watu Kosek Mojokerto.
 EKSPEDISI PERTAMA :
Pegunungan Argopuro (1973), Raung (1974), Semeru (1977).
NAMA :
Nama organisai awalnya Mahasiswa Pencinta Alam Fakultas Pertanian Universitas Jember. Nama MAPENSA dicetuskan di tahun 1977 dengan kepanjangan Mahasiswa Pencinta Semesta Alam dan diubah menjadi Mahasiswa Pencinta Alam Semesta pada tahun 1987 di G. Pasang dalam AD/ART.
Lambang MAPENSA :
Perumus dari lambang MAPENSA yang sampai saat ini kita gunakan adalah Joko Hendrito Utomo dengan telapak kaki menginjak arah mata angin. Sedangkan bendera pertama kali berkibar sekitar pada tahun 1977 di Argopuro.
TANGGAL 10 APRIL 1973 :
Lahirnya organisasi Mahasiswa Pencinta Alam Fakultas Pertanian Universitas Jember (MAPENSA). Nama MAPENSA tercetus pada tahun 1977 saat diadakan penyuluhan di Rembangan. Namun tanggal dan bulannya belum ketemu kapan pastinya. Akhirnya pada tanggal 10 april 1988 diadakan seminar tingkat Jawa Timur bertemakan “Menyongsong Era 2000”. Seminar ini adalah seminar regional yang dilakukan pertama kali oleh MAPENSA dan membuat nama MAPENSA dikenal sehingga tanggal ini disepakati sebagai bangkitnya MAPENSA setelah empat belas tahun vakum. Namun untuk MAPENSA yang telah berdiri sejak tahun 1973 tetap digunakan sebagai tahun lahirnya nama MAPENSA.
IDENTITAS MAPENSA
Nama : Mahasiswa Pencinta Alam Semesta (MAPENSA FAPERTA UNEJ)
Alamat : Jl. Kalimantan III/23 Kampus Tegalboto Jember 68121
E-mail : mapensa1973@yahoo.co.id, mapensa1973@gmail.com
Facebook : Mapensa On Air, Instagram: @mapensa_unej, Twitter: Mapensa Unej

Share:

Jumat, 12 Februari 2016

 

Angkatan Burung dan Pengamatan Burung (Persiapan Lintas Pegunungan Hyang VI)

Sebuah tempat istirahat burung-burung migran dan tempat hidup burung air dan burung dataran rendah. Tempat dimana padi bisa ditanam diatas tanah tabelan diatas rawa. Tempat sejuta keramahan menyapa. Desa yang dikelilingi tanah yang mengambang di atas air. Desa itu bernama rawa pulo.
Bukan hal baru ketika kami datang dan menyapa keramahan warga di desa itu. Bahkan disana kita punya orang tua yang bernama Pak Jan dan Buk Jan. Sebuah keluarga sedehana yang apa adanya dan slalu ramah adanya. Selalu membuka pintu rumah dan memberikan kami keteduhan dari panas teriknya mentari, dinginnya malam dan kebosanan pada dunia dengan pelukan dan senyuman tulusnya.



Selain memiliki orang tua, disana kami juga mempunyai kebiasaan untuk melakukan pengamatan burung. Uniknya disini tidak hanya dapat kita jumpai burung air tetapi juga burung migran. Pengamatan ini bermula ketika senior kami melakukan sebuah penelitian di Desa ini dan kebetulan tinggal di rumah orang tua kami saat ini, Pak Jan dan Buk Jan. Seiring perjalanan waktu tibalah saat perpisahan dari senior kami karena penelitian telah selesai namun hal tersebut tidak berlaku bagi persaudaraan yang telah terjalin.
Setelah penelitian selesai mungkin waktu kita mengunjungi rumah kami di Rawa Pulo tidaklah bisa sesering dahulu akan tetapi kegiatan berkunjung dan sekedar bermain serta tanya kabar masih berjalan hingga kini. Kami menjadi saksi sekelumit perjalanan panjang desa ini. Mulai dari tidak adanya penerangan listrik hingga kini listrik telah mengalir kesegala penjuru desa dan sesmakin menerangi wajah-wajah yang slalu ramah.
Begitu pula yang kami lakukan kali ini. Berkunjung dan menyambung tali silaturahmi kepada orang tua kami di rawa. Namun niat kali ini tidak hanya itu, tetapi kali inipun kami berniat mngenalkan angkatan baru angkatan 32 “Burung” MAPENSA pada keluarga di rawa dan burung-burung cantik disana. Niat selanjutnya yaitu memperkenalkan lebih jauh kepada angkatan baru tentang pengamatan burung guna kegiatan LPH (Lintas Pegunungan Hyang VI) yang akan dilakukan dalam waktu dekat.


Setelah datang tengah malam dirumah Bapak Ibuk dan meramaikannya dengan masak-masak serta briefing persiapan besok pagi, maka malam ini kami tidur dipeluk dengan keindahan mimpi dan keramahan warga sini. Keesokan paginya kami bangun lebih pagi dari biasanya, 05.30. WIB, pencapaian yang luar biasa. Hal yang dilakukan setelah cuci muka dan mempersiapkan diri yaitu melakukan pemanasan serta pembagian kelompok. Tiap kelompok terdiri dari 3-4 orang dari angkatan 31 dan 32 MAPENSA. Maka pengamatan burungpun dimulai.
Metode pertama yang digunakan adalah metode transek line. Yaitu melakukan pengamatan burung mulai dari rumah Bapak Jan sampai ke ujung desa, rawa. Lalu melakukan point count di plot-plot yang telah ditentukan di sekitar rawa tersebut. Sekitar pukul 09.00 WIB latihan pengamatan burung selesai. Saatnya untuk kembali kerumah Pak Jan untuk mengisi pundi-pundi energi.



Sesampainya disana ternyata sudah ada tim penyambut yang menyambut dengan masakan yang aromanya menggoda iman. Namun sayang belum selesai dimasak dna kami harus memupuk kesabaran sedikit lagi. Untuk angkatan 30 dan beberapa angkatan 31 membantu tim penyambut untuk menyelesaikan masakannya, maklum tim penyambut hanya 4 tangan. Sedangkan untuk para arjuna, angkatan 32 dan beberapa angkatan 31 berkubang di rawa yang tidak terlalu dalam sambil mencari bekicot untuk menjadi lauk andalan. Ya ini memang lauk andalan setiap kami kemari. Makanan yang slalu dirindukan. Alhasil smuanya berhasil basah kuyup dari ujung kaki hingga ujung rambut kepala. Untuk mereka yang ogah menerjunkan diri dengan sukarela di rawa harus dibopong dan digendong oleh saudaranya yg lain, dan harus rela ikutan bayah kuyup denga  air rawa. Sungguh moment yang mengasyikkan. Hal sederhana seperti ini yang slalu dirindui.

Setelah puas berkecimpung di air rawa mereka membasuh diri dengan air sumur dengan bergantian menimba dan mengguyurkannya ke tubuh sodara yang lain. Untuk beberapa anak yang tidak membawa baju ganti ini sebuah nestapa, selain basah juga baju berbau tak sedap. Alhasil para arjuna harus menjemur dan menunggu kering baju mereka, yang melekat dibadan hanya sarung.
Kini giliran para arjuna yang bekerjasama. Memisahkan antara bekicot dan rumahnya yang sudah direbus di air hingga mendidih lalu memotongnya kecil-kecil sehingga siap untuk dioseng dan disantap. Setelah dipotong kini giliran skrikandi yang memasak dan menjadikan bekicot ini siap makan. Tak butuh waktu lama. Sekian menit kemudian smua masakan terhidang manis diatas meja makan sederhana namun sarat makna. Ada nasi, oseng bekicot, oseng kacang, oseng sawi putih dan wortel serta tak lupa sambal. Menu sederhana namun nikmatnya tiada tara, apalagi makan bersama-sama seperti ini dengan hasil masak bersama. Tidak butuh waktu lama untuk menghabiskan makanan satu piring nasi beserta lauknya, bahkan ada beberapa yang nambah. setelah smua selesai makan cuci piring bersamapun menjadi hal yang tak boleh terlewatkan. Ada yang bagian menimba air, membilas piring dan peralatan lain dengan sabun dan ada pula yang membersihkan dengan air.
Lewat dzuhur kami telah bersantai menikmati aroma pedesaan yang terendam banjir beberapa hari lalu. Menikmati pemandangan khas pedesaan dan aroma yang tak ditemui diperkotaan. Ketika sedang asyik berbincang dan mengabadikan moment dengan foto bersama tiba-tiba ada interuksi untuk kumpul dan melingkar. Ini adalah puncak dari kegiatan kita kali ini. Ada beberapa sambutan ringan dan singkat dari kabid diklat tentang kegiatan 2 hari 1 malam ini dan sedikit obrolan tentang LPH VI. Tak lupa hadiah sederhana perekat jiwa untuk sang juara pengamatan burung kali ini. Dan pemenangnya adalah kelompok yang terdiri dari Asep, Blank, Nokdes dan Julang. Selamat atas kemenangannya. Smoga bisa menjadi lebih baik dan mampu berbagi ilmu dengan yang lain.

Karena hari sudah mendekati petang (mendung) maka kami memutuskan untuk segera merapikan barang-barang kami dan bersiap untuk pulang ke sekretariat tercinta. Sebelum itu, berfoto dengan kedua orang tua kami disini tak boleh terlewatkan. Namun sayang, bapak tidak ikut foto karena sedang istirahat siang, maka kami hanya berfoto bareng ibuk. Foto sudah, packing selesai maka pamitan kepada kedua orang tua serta minta doa adalah hal yang kami lakukan berikutnya. berat rasanya berpisah dengan kedua orang tua yang baik hati dan ramah ini. Namun kami berjanji bahwa kami akan kembali lagi kesini dengan agenda kegiatan lain dan saudara-saudara kami yang lain. Terimakasih Bapak dan Ibu Jan yang telah menjadi orang tua kami selama ini. Semoga berumur panjang sehingga mampu menjadi tidak sekedar Bapak dan Ibu kami tapi jga Kakek dan Nenek kami kelak.

Perjalanan pulang ke kampus kami diguyur gerimis sepanjang perjalanan bahkan hujan lebat tak jarang menemani hingg kami sampai di sekretariat tercinta. Lewat ashar baru kami sampai di sekretariat. Gurat kebahagiaan dan semangat baru dari doa Bapak dan ibu di rawa menjadi sebuah keajaiban baru dalam hidup kami. Terimakasih :D

Penulis : Orchid
Share:

Senin, 01 Februari 2016

 

Selamat Datang Angkatan 32 "Burung" MAPENSA


Malam ini langit malam bertabur berjuta bintang. 28 pasang kaki melangkah mengemban amanah untuk mendidik adik-adiknya menjadi tunas-tunas baru MAPENSA. 21 calon tunas baru masih terlelap dalam tidur lelahnya setelah 4 hari yg lalu melakukan serangkaian pendidikan dasar aplikasi MAPENSA di Nanggelan, TNMB. Mulai dari cara memacking barang, manajemen ekspedisi, analisa vegetasi, analisa air, pengamatan burung, PSPC (Pengamatan Satwa Plaster Cast), herbarium, SAR (Search And Rescue), PPGD (Pertolongan Pertama Gawat Darurat) dan survival. Kelelahan itu telah memeluk mereka dan mimpi-mimpinya dimalam yg dingin ini. Ketika kehangatan harapan akan menjadi Anggota Tetap MAPENSA telah bergelayut manja di mimpi mereka malam ini sebuah teriakan dari senior merobek paksa mimpi itu dan membangunkan mereka untuk menyadarkan mereka ke alam nyata. Setelah mimpi terkoyak paksa dan kesadaran akan dunia ditarik dengan kasar oleh senior, mereka harus kembali menerima pendidikan terakhir  yaitu loyalitas dan militansi.







Sekian jam telah berlalu. Pendidikan loyalitas dan militansi masih diberikan ditengah deru ombak dan belaian angin laut malam yang disaksikan oleh berjuta gemintang yang bergelayut manja dipundak sang malam. Daun-daun masih menari dengan gemulai seolah menjadi saksi bahwa pendidikan ini tidak akan sia-sia. Ketika mentari mulai terjaga dari tidurnya, segerombol anak manusia bergenggaman tangan saling menguatkan dan menjaga.




Serangkaian acara sakral pelantikan anggota tetap angkatan XXXII MAPENSA  dimulai. Diawali dengan bacaan basmalah dan dilanjutkan dengan pembacaan Surat Keputusan (SK) Pengurus MAPENSA periode 2015-2016 tentang penetapan Anggota Tetap MAPENSA angkatan 32. Baru saja KaBid (Kepala Bidang) DIKLAT, sebagai pengganti sekretaris umum, membacakan surat keputusan serangkaian isak tangis bahagia telah terdengar dari angkatan XXXII yang akan dilantik menjadi Anggota Tetap. Satu persatu nama peserta dibacakan beserta NIA sementara dan satu persatu pula peserta yang dipanggil namanya maju kedepan menuju ke arah ketua panitia DIKLATSAR untuk melepas id card peserta dan membuka penutup mata lalu peserta digiring ke arah ketua umum untuk disematkan scraft dan diberikan petuah dan janji dibawah bendera MAPENSA dan sang saka merah putih hal selanjutnya yaitu peserta kembali ke tempat. Belum sampai ke tempatnya peserta yang telah menerima scraft dan membuat janji langsung sujud sukur diatas pasir pantai rawa cangak dengan berderai air mata bahagia dan haru.






5 hari 4 malam yang tak terlupakan. Selain mendapat materi-materi kepencintaalaman dan konservasi mereka juga diajari cara bekerjasama, saling menjaga, kritis, loyalitas dan berfikir cepat dibawah tekanan. Membawa carrier saat kondisi tubuh menurun. Membawakan carrier saudara angkatan walau rasanya tubuh begitu lelah dan membawa carrier sendiri saja rasanya setengah mati. Menekan segala emosi yang meluap tak karuan, menahan segala amarah dan lelah yang membuncah. Dan kini, pagi ini, ditemani deru ombak pantai yang mengalun indah, angin pantai yang memeluk mesra, dan gemintang yang bergelayut manja di atas langit yang mulai merubah warnanya untuk menerangi semesta beserta penghuninya resmilah 21 orang menjadi tunas baru MAPENSA. Calon pejuang konservasi yang tidak sekedar mendaki. Kini lahirlah 21 orang dengan nama barunya Vina (Walet), Kharis (Merak), Gusti (Pipit), Fetty (Mentok), Riroh (Srindit), Yudya (Kacer), Wafi (Cucak Ijo), Isbat (Bagong), Nana (Cawi), Koko (Belok), Vendy (Derkuku), Richie (Bunta), Wakhid (Gemek), Randini (Sriti), Cahyo (Ciplek), Sofi (Pleci), Rofiah (Kedik), Edi (NokDes), Rizal (Prenjak), Banin (Julang), Satria (Gaok). SELAMAT DATANG MAPENSA MUDA.

Penulis : Orchid
Share:

Senin, 12 Oktober 2015

 

Satu Gumuk dari MAPENSA untuk anak Cucu

Kabupaten Jember terkenal dengan istilah kota 1000 gumuk. Gumuk tersebut merupakan sisa aliran debris flow yang mengalir turbulen dan diendapkan secara en masse freezing di bagian hulu dan menerus sampai hyperconcetrated-flow dan dilute stream-flow. Endapan debris-flow didominasi komponen berukuran kerakal sampai bongkah dengan komponen raksasa yang selalu hadir. Endapan hyperconcetrated flow didominasi butiran berukuran kerikil, sedang bongkah dan kerakal hanya sebagai komponen mengambang. Ukuran komponen kerakal sampai bongkah untuk jenis debris-flow atau kerikil untuk jenis mud-flow. Komponen endapan penyusun berasal dari tubuh gunungapi hasil beranekaragam erupsi berupa rempah lava dan breksi vulkanik dengan bentuk komponen membulat tanggung sampai menyudut (E. T Paripurno).
Debris-flow merupakan fluida plastis yang mengikuti kaidah Bingham Plastic, yaitu diasumsikan sebagai aliran massa rigid dan tidak mengikuti kaidah Newton. Mekanisme pendukung butirannya disebabkan oleh adanya daya dukung matrik yang bekerja padanya. Keduanya umumnya bersifat kohesif karena adanya matriks yang mengandung lumpur lebih dari 20%. Partikel-partikel lumpur tersebut merupakan suspensi penyangga komponen ketika massa bergerak. Karena sifatnya yang kohesif maka padanya terjadi proses en masse freezing.
Kabupaten Jember seluas 3.293,34 km2 merupakan daerah cekungan dengan batas sebelah Utara adalah Pegunungan Hyang dengan puncaknya Gunung Argopuro (3.088 m dpl), sebelah Timur adalah Pegunungan Raung dengan puncaknya Gunung Raung (3.332 m dpl), sebelah Selatan berupa dataran rendah, dan sebelah Barat adalah Pegunungan Semeru dengan puncaknya Gunung Mahameru (3.676 m dpl). Daerah cekungan yang dikelilingi oleh pegunungan vulkanik aktif menyebabkan Kabupaten Jember beriklim tropis dengan suhu udara harian antara 23OC – 32OC dengan curah hujan tahunan antara 1.969 mm – 3.394 mm. Curah hujan yang turun di Cekungan Jember mengalir melalui tiga sungai besar, yaitu Sungai Bedadung yang berhulu di Pegunungan Hyang, S. Mayang yang berhulu di Pegunungan Raung dan S. Bondoyudo yang berhulu di Pegunungan Semeru. Musim kemarau terjadi pada bulan Mei sampai Agustus dan musim hujan terjadi pada bulan September sampai Januari.
Pegunungan vulkanik yang masih aktif sampai saat ini menjadikan ekosistem wilayah Jember mempunyai bentang alam (landscape) yang unik dan spesifik, yaitu dengan keberadaan sejumlah gumuk (bukit kecil). Jumlah gumuk tidak pernah terinventarisasi dengan resmi, namun jumlahnya diperkirakan lebih dari 1.000 buah gumuk, sehingga Kabupaten Jember juga dijuluki sebagai ”Kabupaten Seribu gumuk” sebagai ciri spesifik yang tidak dijumpai di wilayah lain di Indonesia. Formasi gumuk di wilayah Jember terbentuk dari aliran lava gunung berapi, terutama Gunung Raung yang berlangsung selama beberapa abad, karena letusan Gunung Raung mulai tercatat Tahun 1586 sampai sekarang. Hal ini dapat dilihat dari ukuran gumuk, dimana di beberapa kecamatan di kaki Pegunungan Raung, tinggi gumuk dapat mencapai 50 m dengan luas bidang dasar mencapai 4,0 km2 dengan jarak yang relatif rapat, seperti dijumpai di Kecamatan Sukowono dan Sumberjambe. Sedangkan, ukuran gumuk yang jauh dari Pegunungan Raung tingginya hanya berkisar antara 1,0 sampai 2,0 m dengan luas bidang dasar 0,1 km2 dengan jarak yang relatif jauh, seperti dijumpai di Kecamatan Wuluhan dan Kencong.
Pertumbuhan penduduk dan meningkatnya kebutuhan akan lahan untuk produksi pangan maupun permukiman, menjadi salah satu faktor yang signifikan penyebab menurunnya kualitas dan kuantitas gumuk. Interaksi antara manusia dan lingkungannya seringkali berjalan tidak seimbang, dimana manusia bersifat eksploitatif serta tidak lagi bersifat saling menguntungkan tetapi manusia bersifat parasit. Seperti sebagian manusia yang tinggal di wilayah Kecamatan Sumbersari dan Arjasa, Kabupaten Jember yang eksploitatif terhadap ekosistem gumuk. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Jember sebesar 2,11% per tahun menyebabkan ruang wilayah kabupaten semakin terbatas dalam mendukung kehidupan dan terselenggaranya pembangunan berkelanjutan. Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih dari 6,0% per tahun menyebabkan kebutuhan akan permukiman juga semakin besar. Sebaliknya, pendapatan per kapita masyarakat masih cukup rendah sehingga memerlukan sumber kegiatan ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan dalam waktu pendek.
Pengembangan wilayah permukiman di wilayah Kabupaten Jember banyak yang mengorbankan keberadaan formasi gumuk, seperti Perumahan ”Gunung Batu” dan Perumahan ”Istana Tidar Regency”. Gumuk juga ditambang oleh masyarakat untuk diambil bahan tambang ”golongan C”-nya, seperti pasir, tanah urug dan batu piring. Pembangunan wilayah permukiman dan penambangan mengakibatkan beberapa formasi gumuk hilang, walaupun bahan tambang tersebut memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat. Dampak negatif penting dengan hilangnya formasi gumuk adalah hilangnya sumber air yang sangat penting bagi keberlangsungan sistem budidaya tanaman di sekitar formasi gumuk.
Ekosistem gumuk, secara fungsional mempunyai peranan yang sangat besar bagi kehidupan manusia, yaitu: fungsi ekologis, fungsi ekonomis, fungsi sosial, dan fungsi estetik. Konservasi formasi gumuk dapat didefinisikan sebagai pengelolaan formasi gumuk yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan fungsinya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keragaman dan nilainya. Konversi formasi gumuk dapat didefinisikan sebagai pemanfaatan potensi ekosistem gumuk, keadaan iklim, fenomena alam dan kekhasannya yang berada di suatu kawasan untuk kegiatan selain konservasi secara permanen.

MAPENSA, sebagai salah satu Pencinta Alam yang ada di Jember berusaha untuk menyelamatkan gumuk yang ada di Jember. Sampai saat ini MAPENSA hampir memiliki sebuah Gumuk yang berada di Desa Antirogo. Kenapa hampir? Karena gumuk yang dimiliki MAPENSA saat ini dulunya merupakan milik perseorangan (seperti gumuk-gumuk lainnya), jadi sebuah gumuk dimiliki oleh beberapa orang dan hingga saat ini baru ¾ dari gumuk tersebut yang telah menjadi milik MAPENSA. Semuga secepatnya MAPENSA mampu memiliki sebuah gumuk dan dikemudian hari MAPENSA mampu memiliki beberapa gumuk. MAPENSA membeli gumuk tidaklah dimaksudkan untuk ditambang melainkan untuk menyelamatkan dan menyediakan tempat untuk koleksi tanaman (baik langka maupun produksi) milik MAPENSA untuk hidup. Dan bila suatu saat smua gumuk yang ada di Jember telah ditambang ataupun dieksploitasi maka masih akan ada gumuk MAPENSA. Walau mungkin MAPENSA tidak mampu memiliki banyak gumuk, namun MAPENSA mampu menyelamatkan minimal 1 gumuk yang nantinya, mungkin, akan menjadi cerita dan legenda bagi masyarakat Jember.

Selain MAPENSA teman teman Save gumuk di Jember pun sedang mengumpulkan dana untuk membeli sebuah gumuk sebagai wujud untuk menyelamatkan gumuk dari tangan investor. Dimana Save gumuk ini dirintis oleh para remaja pers yang mulai khawatir dan peduli terhadap lingkungan.

Penulis : Orchid
Share:

Senin, 22 Juni 2015

 

Mengenal Kawasan Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang, Argopuro

            Secara geografis kawasan Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang terletak diantara 7o56’45”-7o41’22”LS dan 112o38’38”-112o39’11” BT. Berdasarkan ketinggian tempatnya, kawasan ini terletak pada ketinggin antara 1900-3088 mdpl. Luas kawasan Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang yang berdasarkan Surat KeputusanMenteri Pertanian Agraria No. SK/12/PA/1962 tanggal 5 Mei 1962 adalah 14.145Ha. Namun berdasarkan pengukuran penataan batas pada tahun 1986, luas kawasanSM. Dataran Tinggi Yang menjadi 14.177 Ha dan ini diperkuat dengan suratKeputusan Menteri Kehutanan No. 680/Kpts-II/1990 tanggal 19 November 1990.

            Peraturan daerah Propinsi Jawa TimurNo. 4 tahun 1996 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat IJawa Timur tahun 1996/1997-2011/2012 ddan Surat Keputusan Menteri Kehutanan danPerkebunan No. 417/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 mempertegas bahwa kawasanArgopuro atau Dataran Tinggi Yang adalah KAWASANKONSERVASI.

            Kawasan Pegunungan Yang terbagimenjadi tiga tipe iklim menurut klasifikasi tipe iklim Schmidt & Fegusson,yaitu tipe iklim B untuk kawasan sebelah selatan, tipe ikli C untuk kawasansebelah barat dan timur, dan tipe iklim D untuk kawasan sebelah utara. Suhuberkisar antara 3o-10oC pada malam hari dan antara 17o-27oCpada siang hari, kondisi ini relatif dingin mengingat kawasan Pegunungan Yangmempunyai ketinggian 3000 mdpl.

            Secara administrasi pengelolaanKawasan Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang terbagi menjadi dua bagian yaitubagian barat dikelola oleh Resort KSDA Probolinggo Timur yang berada dalamwilayah Seksi Konservasi Wilayah I probolinggo. Sedangkan Suaka Margasatwabagian timur dikelola oleh Resort KSDA Situbodo Barat yag berada dalam wilayahkerja Seksi Konservasi Wilayah II Jember. Kedua Seksi Konservasi tersebut beradadibawah Balai KSDA JaTim II.

            Kawasan Pegunungan Yang seluas14.177 Ha, secara administratif masuk kedalam 4 wilayah pemerintah kabupaen,yaitu kabupaten Situbondo (seluas 1.085 Ha), Probolinggo (seluas 7.452 Ha),Jember (seluas 4.365 Ha), dan Bondowoso (seluas 1.275 Ha). Kawasan yanglangsung berbatasan dengan Pegunungan Yang adalah 6 wilayah pemerintahan Desa,yaitu desa Baderan Kec. Sumber Malang Kab. Situbondo, desa Bremi Kec. KrucilKab. Probolinggo, Desa Pakis dan Desa Kemiri, Kec. Panti Kab. Jember, DesaManggisan Kec. Tangguk Kab. Jemberm dan Desa Pakuniran Kec. Maesan Kab.Bondowoso.
            Secara umum vegetasi Pegunungan Yang termasuk kedalam vegetasi hutan hujan tropis dataran tinggi. Beberapa ekosistemnya antara lain ekosistem savana yang terkenal adalah alon-alon besar(Cikasur), danau/rawa (Taman Hidup, Danau Tunjung), dan hutan hujan tropisdataran tinggi (hutan cemara, edelweis). Jenis fauna yang banyak dan mmudahdijumpai adalah rusa timor, babi hutan, burung merak, ayam hutan, elang, lutungjawa, dan berbagai jenis burung berkicau. Sementara jenis fauna lainnya adalahmacan tutul, ular, kijang dan macan hutan.

Sumber:
Soedradjad,R. 2005. Ekologi Kawasan Pegunungan Yang.Jember. MAPENSA.

Purwanto,Ali. 2005. Pengelolaan Suaka Margasatwa DataranTinggi Yang. Jember. MAPENSA.

MAPENSA.2005. Sosialisasi Data Lintas PegununganYang V. Jember. MAPENSA.

Penulis : Orchid
Share: